Sunday, June 29, 2008

Orang-Orang Malam

Inikah kehidupan orang-orang malam
Ada penjaga warung kopi yang kelilingi pembeli yang menghabiskan waktu sepanjang malam.
Ada orang yang sengaja sekedar mencari teman bicara untuk melewati malam dengan secangkir kopi dan sebungkus rokok kretek yang terus dihisapnya batang demi batang.
Ada juga orang yang baru pulang dari tempat kerja. Entah karena lembur, atau memang waktu kerja malam hari.
Waktu terus bergulir, detik demi detik silih berganti seiring temurunnya embun malam yang basahi rerumputan.
Ada satu orang yang hanya berdiam sembari menghisap sebatang rokok. Entah apa sebenarnya yang ditunggunya. Menunggu purnama? Ah, aku rasa tidak. Karena bulan baru separuh memancarkan sinar lembutnya. Bahkan sekarang dia mulai bersembunyi di balik awan.
Di sela lalu-lalang kendaraan yang sesekali melintas, masih ada sepasang suami istri yang menghabiskan malam ini dengan saling berbicara di bawah cemara taman kota.
Inikah kehidupan orang-orang malam di pusat kota. Hingga masih ada sebagian anak-anak yang bermain sepak bola di tengah lapangan alun-alun kota.
Ya, inilah kehidupan orang-orang malam
Di pusat kota, saat langit kelam, bintang malam tenggelam di balik awan, jga rembulan menjelang purnama yang masih setia menerangi malam suram kelam.

Taman alun-alun kota
Menjelang tengah malam

SMS

26 Juni 2008 00.01 am.
Jngn ktkn Q cnt pdmu bl kau t bnr2 pduli,jngn bcrkn soal prs'an2 bl tu t bnr2 ad,jngn kau sntuh hdp ssorg bl kau brniat mmtahkn hti,jngn mntp ke dlm mata bl ap yg kau krjkan cm brbohong, hal trkjm yg bs dilakukn ialah mmbuat sorg jtuh cnt,pdhl kau t brniat sm sX,"tuk mnrimany sa'at dia trjatuh..."H@ppY Birthd@q"


-------------------------------------------------------

jangan katakan aku cinta padamu bila kau tak benar-benar peduli jangan bicarakan soal perasaan-perasaan bila itu tak benar-benar ada jangan kau sentuh hidup seseorang bila kau berniat mematahkan hati jangan menatap ke dalam mata bila apa yang kau kerjakan cuma berbohong hal terkejam yang bisa dilakukan ialah membuat seseorang jatuh cinta padahal kau tak berniat sama sekali tuk menerimanya saat dia terjatuh... "H@ppy Birthd@q"

Bukan hanya lidah yang lebih tajam dari pada pedang. Karena kalimat-kalimat di atas terasa lebih dalam menyayat perasaan. Entah, apakah diri ini yang terlalu sensi karena suatu hal. Satu hal yang pling menyakitkan adalah bila kita dituduh melakukan sesuatu, padahal kita tak pernah merasa melakukannya.

Menyakiti perempuan adalah satu hal yang paling aku takutkan. Karena perempuan selayaknya dicintai, bukannya disakiti. Dalam hal ini, mungkin akan ada sebagian yang menyangka bahwa kebanyakan cowok cenderung menyakiti perempuan. Entah itu dengan membohonginya, "menyelingkuhinya" atau bahkan memutuskannya ketika mereka tak lagi dapat bersama-sama. Tidak hanya dalam "pacaran", tapi juga dalam setiap sisi kehidupan yang memungkinkan seorang laki-laki menjalin hubungan (pertemanan, persahabatan, perdagangan [bisnis], atau bahkan pernikahan) dengan perempuan.

Setidaknya setiap mereka mempunyai komitmen untuk saling berbagi dalam menjalani segala sesuatunya. Suka, duka, bahagia, nestapa dan segala yang mungkin akan dirasakan dalam kehidupan ini.

Sesungguhnya ini adalah sebuah pesan singkat (sms). Sebuah pesan yang tak pernah terfikirkan sebelumnya. Karena menyakiti perempuan adalah pantangan bagiku. Hingga setelah menerima sms tersebut aku benar-benar berfikir jauh, kenapa sampai ada pesan yang demikian terkirim kepadaku. Apakah mungkin aku tlah menyakiti seserang yang yang tak kusengaja, juga tak kusadari. Namun jika itu yang terjadi, maka maaf adalah kalimat terindah yang akan menyatukan kita kembali. Dari teman menjadi teman, dari sahabat kembali menjadi sahabat dan dari saudara kembali menjadi saudara.... Semoga.....

"Tak ada kata yang mampu mengalahkan kedahsyatan ungkapan maaf"


Tuesday, June 17, 2008

Kerinduan Pada Senja

Dengan sisa-sisa daya yang tak seberapa lagi, Roy menjatuhkan badannya di sofa yang berada di teras samping rumahnya. Dari raut wajahnya tampak ada berjuta masalah yang dibawanya pulang dari kantor tempat dia bekerja. Wajah itu tak seceria hari-hari biasanya. Kini Roy mencoba memejamklan matanya untuk sekedar meringankan beban itu. Namun begitu ia membuka mata, masalah-masalah itu kembali menggelayuti pikirannya.

Ada gumpalan mega-mega putih berarak menghiasi langit di sebelah timur. Angin berdesir menyapu wajah Roy dan menyibakkan rambutnya yang tergerai ke dahinya. Ternyata hembusan lembut angin itu cukup memberikan spirit yang memenuhi jiwanya.

Kembali ada kekuatan dalam dirinya. Meski rasa itu tlah dilupakannya sejak lama, Roy tetap tak bisa mengacuhkan kejadian yang dialaminya kemarin lusa. Ya, ketika Dewi kembali menghubunginya. Meski hanya melalui sebuah pesan pendek dari telepon selularnya. Tapi hal itu cukup menyita perhatian Roy dalam dua hari terakhir ini. Dewi kembali menghubunginya karena Dewi ingin kembali padanya. Dia ingin kembali merajut hubungan yang dulu pernah ada.

Dewi adalah kekasihnya ketika mereka masih sama-sama menjadi mahasiswa pada salah satu perguruan tinggi favorit di kotanya. Mereka telah cukup lama menjalani hubungan asmara tersebut. Tepatnya ketika mereka menjadi mahasiswa baru pada perguruan tinggi itu, yaitu ketika mereka masih sama-sama menjalani ospek di kampus tersebut.

Meski mereka sudah sama-sama menjalani hidup bersama selama menjadi mahasiswa. Mereka juga telah membuat kesepakatan untuk menjalani hidup bersama setelah mereka menyelesaikan studinya. Itu adalah sebuah impian yang akan menjadikan hidup mereka bahagia. Bahagia untuk menjalani hidup hingga hari tua mereka. Roy juga berjanji untuk segera melamar Dewi setelah mereka sama-sama menyelesaikan kuliahnya.

Namun begitu mereka lulus kuliah, harapan itu pupus sudah. Impian itu tinggallah bayangan yang menghantuinya seperti ketika mereka bangun kesiangan dengan mimpi buruk yang belum selesai. Tak tau kemana mereka mesti mewujudkan impian mereka. Karena setelah lulus kuliah Dewi langsung dijodohkan dengan anak dari rekan kerja ayahnya. Meskipun Dewi telah berusha menolak keinginan ayahnya, namun hal itu tidak dapat merubah kehendak ayahnya. Bahkan ibunya pun tak bisa merubah keinginan dan keputusan ayah Dewi.

Semenjak pernikahan Dewi itulah, Roy mencoba untuk melupakan masa-masa indah bersama Dewi. Dia tak ingin bayang-bayang Dewi akan selalu menghantui kehidupannya kelak. Karena dia juga tidak menghendaki kalau nantinya Dewi tak bahagia bersama suaminya hanya karena selalu ingat dengan dirinya. Jangan sampai kehidupan rumah tangga Dewi menjadi rusak karena dirinya. Roy ingin memulai satu kehidupan yang baru. Dia ingin kembali membangun mimpi yang baru. Dia ingin kembali bermimpi tentang satu kehidupan yang lebih baik.

Langit telah berubah lembayung ketika Roy tersadar dari lamunannya. Gelap juga semakin menyisir langit bagian timur laut yang semula berwana jingga keemasan. Untungnya ada rembulan yang hampir purnama muncul dari arah timur. Meski tersangkut pada ranting cemara yang kering, namun cahayanya tetap cerah menerangi malam, juga hati Roy.

Pada hari sebagaimana yang disepakati Roy akan menemui Dewi. Roy pun segera menyelesaikan tugas-tugasnya setelah dia melirik jam dinding yang berada di sebelah kiri dari meja kerjanya. Dia ingin segera meninggalkan kantor. Karena sejam lagi dia ada janji untuk bertemu dengan Dewi. Setelah kemarin dia membalas pesan dari Dewi dan sepakat untuk bertemu hari ini setelah Roy pulang kerja. Setelah semua pekerjaan dan tugas-tugasnya selesai, dia mohon ijin kepada atasannya untuk pulang lebih awal. Meski dengan sedikit berargumentasi dengan atasnnya namun akhirnya dia mendapatkan juga ijin untuk meninggalkan kantor lebih awal dari biasanya.

Setengah jam kemudian dia sudah berada di tempat di mana dia membuat janji dengan Dewi. Tepatnya di depan sebuah mall yang tak begitu jauh dari tempat kerja Roy. Dan ternyata Dewi telah lebih dulu sampai dan menunggunya.

“Nunggu lama ya?” Pertanyaan Roy membuka pembicaraannya dengan Dewi.

“Ya…, lumayan. Tak kurang dari setengah jam yang lalu.” Jawaban Dewi terasa datar sambil menutup pintu mobil. Dan secara serta merta mobil pun meluncur.

“Untung ya, rambutmu tidak ubanan karena menungguku…?” Perkataan Roy menjadikan wajah Dewi memerah karena malu. Dia merasa kalo dirinya yang tidak sabar untuk bertemu dengan Roy.

Memang Roy termasuk orang yang suka dengan guyonan-guyonan yang membikin orang lain merasa terpojokkan. Sambil Roy terus mengemudikan mobilnya, mereka berdua berbincang tentang apa saja. Termasuk tentang pengalaman mereka selama berpisah. Dan tanpa terasa mobil yang mereka kendarai telah memasuki area parkir dari sebuah rumah makan yang cukup asri.

Setelah memarkir mobil mereka berdua menyusuri jalan yang dibuat hanya berukuran kurang dari dua meter di antara kolam-kolam ikan. Karena rumah makan ini memberikan fasilitas kepada pengunjungnya untuk memancing sendiri ikan yang akan dinikmatinya. Suasana sejuk juga sangat terasa karena berada di wilayah lereng pegunungan dengan hamparan pemandangan berupa bukit-bukit yang menghiasi sejauh mata memandang. Akhirnya Roy mengajak Dewi untuk mengambil tempat duduk yang agak jauh dari perhatian orang. Bangunan menyerupai rumah panggung dari bambu dengan atap berupa ilalang kering yang ditata rapi memberikan kesan alami. Pemandangan di hadapan mereka terbentang hamparan lereng perkebunan dan persawahan yang langsung bertemu dengan cakrawala senja.

”Ini adalah salah satu tempat favoritku.” Roy memulai pembicaraan setelah mereka memesan makanan dan minuman dari menu yang ditawarkan oleh pelayan. Basa-basi Roy akhirnya membuat Dewi mulai bicara dengan permasalahannya. Dengan bahasa yang sedikit berbeda Dia mengulangi apa yang telah disampaikan kepada Roy melalui SMS kemarin. Namun semuanya dibiarkan Roy hingga Dia terus menyampaikan alasan-alasan kenapa dia ingin kembali kepadanya. Meski mereka sadar bagaimana posisi masing-masing. Dewi sudah berkeluarga, Roy tau itu dan tak ingin merusak kehidupan Dewi bersama suaminya.

Roy cukup mengerti dengan keadaan Dewi yang harus menjalani hidup dengan seseorang yang tak dicintainya. Roy mencoba memahami bagaimana beratnya berkeluarga dengan suami yang tak bertanggung jawab. Bahkan seperti cerita Dewi suaminya sudah tak sayang lagi denganya. Karena dia sekarang jarang pulang kerumah, dengan berbagai alasan rapat, pertemuan dengan klien dan sebagainya.

Roy masih belum memberikan jawaban atas permintaan Dewi. Yang jelas Roy tak mau menggangu keharmonisan keluarga orang lain. Tapi dia juga tak kuasa untuk menolak permintaan itu. Karena dia tak ingin Dewi menderita dalam menjalani kehidupan rumah tangganya. Itu semua karena Roy begitu sayangnya dengan Dewi. Ya karena Dewi adalah mantan kekasihnya yang pernah menjalani kasih sayang selama kuliah dulu.

”Kenapa tak kau usahakan untuk bicara dengan suamimu dulu. Atau dengan keluargamu?” Roy memberikan saran kepada Dewi.

”Percuma, karena ayah pasti tak akan memberikan solusi yang baik untuk ku. Karena buat dia yang penting bisnisnya bisa terus berjalan. Sedangkan suamiku sudah tak pernah lagi mau bicara denganku selain memarahiku.” Dewi memberikan jawaban dengan kepesimisan yang terlalu tinggi.

Roy beranjak dari tempat duduknya. Dia menghampiri pagar yang ada di tepi dari rumah panggung. Dia menatap ke depan. Hamparan lembah dan perkebunan yang bertemu dengan cakrawala senja menjadikan suasana semakin hangat. Roy terus berada dalam diamnya. Tak sepatah katapun dia ucapkan.

Secara hampir bersamaan mereka kembali berbicara. Namun sesaat sebelum Dewi mengeluarkan suaranya, Roy lebih dulu memberikan sebuah pertanyaan. ”Taukah kamu kenapa semenjak kita berpisah sampai sekarang aku masih bertahan tanpa cinta yang lain?” pertanyaan Roy membuat Dewi tercakat dan tak mampu mengeluarkan apa yang ingin dikatakannya. Dewi hanya diam, sambil terus memperhatikan Roy dalam diamnya.

Sambil membalikkan badan Roy masih diam. Kemudian dia melanjutkan ucapannya. ”Disinilah aku menemukan kembali cinta. Cinta yang mungkin tak ada duanya. Lebih dari sekedar cinta di antara dua insan manusia.” dalam diam Dewi menyimpan pertanyaan atas apa yang dikatakan Roy. Sesekali angin pegunungan yang sejuk membelai tubuh mereka berdua. Bahkan ketika hari semakin senja.

”Aku sendiri tak tau kenapa aku jadi begitu mencintai senja.” Roy kembali duduk di mana Dewi masih kelihatan asik dengan minumannya. ”Sebenarnya aku kecewa dengan keputusan ayahmu yang telah memutuskan cinta yang dulu kita jalani. Berhari-hari aku depresi dengan semua itu. Namun setelah aku diajak salah seorang teman untuk makan di sini, aku malah menjadi begitu suka dengan tempat ini. Aku merasa ada cinta yang begitu indah dengan senja ini. Seolah dia tak akan pernah berhenti mencintai siapa saja yang menikmatinya. Ya, senja yang indah, senja yang sahdu, senja yang begitu menawan hati. Juga senja selalu kurindukan.” Roy bicara panjang lebar tentang apa yang dirasakannya selama ini. Ternyata dia telah menemukan satu yang bisa menenangkan hatinya, meski sebenarnya dia juga masih mencintai Dewi.

”Wi, aku tau bahwa aku masih mencintaimu. Karena perasaanku mengatakan hal itu. Selain itu aku juga merasa kalau kamu juga masih mencintaiku. Namun apakah mungkin kita akan kembali merajut mimpi yang hanya tertinggal bayangnya saja. Bagiku itu terlalu sulit Dewi, sulit sekali.” Roy memberikan penjelasan yang tak pernah Dewi perkirakan. Di luar dugaan Dewi, Roy malah menggenggam kedua belah tangan Dewi. Hal ini tak lain adalah untuk meyakinkan Dewi bahwa Dia juga masih mencintainya. Namun karena keadaanlah yang memisahkan cinta mereka.

”Wi, meski aku masih sangat mencintaimu, aku tak bisa untuk kembali bersamamu. Aku harus menghargai keputasan ayahmu, juga sekarang aku harus menhargai suamimu. Kamu juga harus melakukan hal itu. Kamu harus menghargai mereka.” Nasihat Roy meluncur begitu saja seperti kepada sahabat baiknya saja. Ia telah menganggap Dewi sebagai sahabatnya. Sedangkan Dewi masih tetap dengan kebimbangan dan diam seribu bahasa. Dia tak tau harus berkata apa terhadap Roy, karena dia berharap Roy akan menyambut keinginannya dengan antusias.

”Wi, hari sudah mulai gelap, sebaiknya kita segera pulang. Jangan sampai kamu kemalaman sampai di rumah. Sehingga suamimu akan menanyakan hal yang macam-macam kepadamu nanti. Ayolah..., cobalah kau cintai suamimu dengan sebaik-baiknya. Aku yakin kau akan mampu melakukannya dan pasti kau akan bahagia karenanya.” Kemudian Roy segera beranjak dari tempat duduknya dan diikuti Dewi. Mereka meninggalkan tempat itu dengan diiringi suasana senja yang sangat sahdu, dengan guratan mega berwarna jingga di sebagian langit utara. Sebuah senja yang memang pantas untuk selalu dirindukan.

Kudus, 20 Maret 2008