Tuesday, December 29, 2009

Meragukan Rindu Sendiri

aku tak mengerti,
apa yang sebenarnya aku rasakan
jika tubuh bebas berkelana menembus dunia
tapi hatiku serasa terpenjara,
rindu?

dan ketika hati bergelora menahan gejolak rindu
tapi aku tak segera menemuinya
masihkah aku percayai rasa itu?

Pojok Stadiun Kamal Junaidi, Desember ‘09




Tuesday, December 22, 2009

Terima Kasih Kau Percayakan Perjalanan Ini Padaku

memang tak banyak langkah yang terangkai bersama
bahkan sering kali, jalan bersebrangan yang dipilih
namun hari ini, perjalanan terlalui bersama
tanpa isyarat, tanpa lagi berdalih

setapak langkah tlah kau percayakan padaku
maka saat jalan mulai berliku
dan tanjakan mulai terjal
selayaknya kujaga langkah
agar kau bisa ikuti ayunan kaki ini

hangatnya mentari
disaat jengkal perjalanan mulai bertambah
kau pun masih percayakan
agar langkah kita tetap seirama
hingga akhirnya kita kembali
di peraduan masing-masing

terima kasih,
karena tlah kau percayakan sejengkal perjalanan
tuk terlampaui bersama
meski akhirnya aku ragu
akan langkah selanjutnya
yang pasti akan lebih berat, lebih terjal
tuk sekedar dilalui
karena pasti butuh komitmen
dan keyakinan


Jepara, Desember 2009


Friday, December 11, 2009

Sebuah Janji

malam itu,
langit tanpa bintang
rembulanpun tak tampak memandang
hanya gelap yang sempurnakan kesunyian

serambi masjid mulai sepi
lampu-lampu mulai mati
seiring jarum jam yang mulai meninggi
entah kalimat apa yang mampu mengusir sepi

maaf, itulah kata pertama yang terdengar
begitu berat dan dengan nada datar
dengan rasa takut yang tersembunyikan

“aku minta, segeralah sampaikan,
satu permintaan yang kujanjikan”
satu permintaan yang akan terkabulkan

aku tak mengerti,
sebuah janji itu, juga harus kutepati
sebuah janji untuk sebuah permintaan
permintaan yang pasti bisa kau berikan

sebuah janji
yang akan terpenuhi
suatu hari nanti


Jepara, 10 Des. 09

Saturday, December 05, 2009

Jika

Perempuan,
Jika aku mencintaimu,
Kuharap tidak hanya karena kelaminmu
Jika kelak aku menikahimu,
Kuharap bukan karena tubuhmu
Tapi,
Aku ingin mencintaimu perempuan,
Karena kau adalah bagian dari tubuhku
Yang terberai sekian lama.

Jepara, 5 Desember ‘09


Monday, November 09, 2009

Lagu Rindu

ini adalah laguku
lagu tentang hati yang mulai layu
tentang kehilangan yang menyakitkan
meski tak akan pudarkan harapan

hati ini terus berdendang
tentang kebersamaan
yang kemarin sempat tertuang
dalam cawan-cawan kerinduan

entah sampai kapan
kebersamaan ini mampu bertahan
dalam perjalanan penuh dera dan cobaan
atau bertahan tanpa kerinduan

biarlah kerinduan kan mencari jalan
tanpa petunjuk, tanpa pegangan

Jepara, 09 November 2009



Wednesday, October 07, 2009

Doa Pagi Seorang Gadis

pagi,
tawarkan cinta
bersama datangnya cahaya
seorang gadis menengadah
menjaring doa di setiap sinar mentari
bibirnya terus bergetar
entah,
membisikan doa
atau sekedar harap
tuk hari
yang kan dijalaninya

Kudus, 4 Oktober ‘09

Friday, July 31, 2009

Tongkat Si Buta Selepas Subuh

Tek… tek… tek…
Suara tongkat menimpa aspal
Menyusuri tepian jalan
saat hari masih gelap

tek… tek…
suara tongkat
memastikan jalan tak terhalang
memukul tepian pagar
menuntunnya
mengambil jalan lempang

dini hari
jingga mentari pagi
belum menampakkan diri
namun baginya dan tongkat kecil itu
selepas subuh adalah pelita
benderang bagi hati
selepas sujud di subuh hari
untuk menyambut jaminan-Nya
sedikit berkah atasnya

Jepara, 30 Juli 2009


Sunday, July 19, 2009

Dua Sahabat Merajut Mimpi

Tak disangka dan serba kebetulan saja. Dua kata itu yang selalu menyertai keduanya. Dua sahabat yang telah lama tak bertemu, dikejutkan dengan sebuah pertemuan yang tak disangka-sangka. Serba kebetulan, karena mereka saja tak berasal dari satu kota yang sama. Bukan juga dari sekolah atau kampus yang sama. Namun hanya karena hobi yang sama, menulis, mereka saling kenal dan menjalin persahabatan.

Mereka adalah dua remaja yang berbeda. Memang berbeda. Sang gadis adalah seorang
pembelajar yang kuat. Tak ada kata lelah dan pantang berhenti untuk terus belajar. Dan semuanya harus dengan akselerasi yang cepat. Secepat mungkin, namun selalu disertai dengan perhitungan-perhitungan yang matang. Pantaslah jika disebut sebagai sang pembelajar.

Sementara itu sang bujang adalah seorang yang mencoba untuk meningkatkan kualitas dirinya dengan perlahan. Mesti awalnya dia merasa semuanya sudah cukup, tapi berkat pelajaran yang didapat dari sahabatnya dia kembali ingin terus belajar untuk meningkatkan kemampuannya. Berbeda karena keinginan sang bujang untuk mencapai suatu target, tak secepat yang dilakukan sahabatnya. Namun satu kesamaan mereka adalah kemauan untuk terus belajar yang tinggi.

Entah sudah berapa tahun mereka terakhir kali bertemu dalam sebuah forum diskusi mahasiswa. Meski sebelunya sempat terbersit, pertemuan itu adalah pertemuan pertama sekaligus pertemuan terakhirnya. Karena di dunia kampus dan mahasiswa, sebuah forum diskusi lintas kampus dan bahkan lintas daerah, tak banyak yang melibatkan satu mahasiswa yang sama di setiap kali pertemuan yang mungkin dilakukan setiap tahun. Itu lah karena jarang sekali dalam forum-forum seperti itu, akan mempertemukan orang-orang yang sama. Dan benar saja, setalah pertemuan itu, mereka tak lagi bertemu. Entah berapa lama. Dan mungkin hanya melakukan komunikasi melalui SMS atau bahkan email.

Nasib berbeda terjadi diantara mereka. Sang gadis lulus lebih cepat dari sang bujang. Bahkan mungkin tahun masuknyapun berbeda, karena sang bujang lebih dulu masuk kuliah. Tapi karena kemampuannya, dan kemaunanya untuk menjadi sang pembelajar, sang gadis lulus lebih dulu, dan langsung diterima bekerja di salah satu media ternama nasional. Dan diapun langsung berhijrah ke salah satu dari tiga kota terbesar di Indonesia.

Sebagai wartawan baru sang gadis langsung dapat tugas workshop dari kantornya. Dengan kebetulan sekali, workshop dilakukan di kota kelahiran sang bujang. Entah siap yang lebih dulu kembali melakukan kontak SMS diantara keduanya. Karena dua pekan sebelum acara workshop, keduanya saling ber-SMS, bahkan juga berkomunikasi melalui ponselnya. Sang gadis mengajak bertemu, saat dirinya mengikuti workshop nanti. Janjian itupun disepakatinya.

Saat pertemuan diantara keduanya, tak banyak yang dibicarakan. Masih sama saat mereka bertemu sebagia dua mahasiswa. Menanyakan kabar smester, skripsi dan seputar perkuliahan, termasuk teman-teman yang dulu sempat dikenalnya. Namun satu hal yang menjadi kesan bagi sang gadis, “sama saja”. Itulah kesan yang tersisa dari pertemuan itu. Satu frase yang diterjemahkan dalam beberapa baris kalimat, dengan kata pertama dan kata terakhir sama. Yaitu “sama”.

Dua tahun berlalu tanpa komunikasi yang berarti dari keduanya. Karena masing-masing sibuk dengan tugas sendiri-sendiri. Sang gadis merajut mimpi-mimpinya. Sedangkan bujang berkonsentrasi untuk segera menyelesaikan studinya. Dan selesai kuliahnya, dia langsung berusaha untuk tidak menjadi pengangguran. Pekerjaan didapatkannya setelah lebih kurang 5 bulan.

Pertemuan berikutnya juga terjadi dengan jalan yang sama. Komunikasi melalui telefon seluler, yang akhirnya mempertemukan mereka dalam sebuah even memperingati sang maestro. Dan kini, pertemuan itu terjadi di kota kelahiran sang gadis. Jika pertemuan sebelumnya, hanya sekitar satu sampai dua jam. Kini mereka menjadi teman semalam, dalam acara gelar budaya. Usai pertemuan itu, keduanya semakin intens berkomunikasi. Meski kadang terjadi miskomunikasi.

Kini sekian lama sudah tak terjalin komunikasi yang biasanya dilakukan diantaranya. Namun bukan berarti mereka putus komunikasi, hanya saja kesibukan masing-masing yang menjadikan mereka tak sempat lagi membagi atau membincangkan sesuatu.

Suatu malam, keduanya bertemu di dunia maya. Seperti biasa, saat masing-masing online, merekapun saling menyapa. Meski terkadang hanya mengucapkan salam. Namun kali ini, lebih dari itu. Usai salam ada percakapan lebih lanjut dan cukup serius.

Sang gadis mengajukan pertanyaan yang tak masuk dalam agenda pembicaraan sang bujang. “Kalau aku mau jadi istrimu, apa kamu mau jadi suamiku?” Tanya sang gadis. Lalu sang bujang balik mengajukan pertanyaan. “Seberapa serius pertanyaanmu?”

“Apa batasan serius dan tidak serius?” Tanya gadis lagi. “Kalau aku tau, tak perlu ku tanyakan itu” tegasnya bujang. Tak kalah tegas, sang gadis menjawab “Serius”

Dengan menimbang-nimbang satu dan lain hal, bujang menjawab “Mau, tapi dengan apa adanya diriku.” “Kalau aku tak bisa menerima apa adanya dirimu?” Tanya sang gadis.

“Itu semua menjadi keputusanmu sendiri” jawab bujang. Pertanyan masih berlanjut, “Bukankah wajar jika aku inginkan seseorang yang bisa memberikan kepastian di masa depan?” Tanya sang gadis lagi.

“Setiap laki-laki pasti ingin berikan yang terbaik untuk istrinya.” Jawab sang bujang. “Aku tau itu” sang gadis menimpali.

Perbincangan masih berlanjut dengan pembicaraan yang semakin mendalam. Hingga akhirnya keduanya sepakat untuk mengakhirinya. Memang malam sudah larut. Juga kepenatan telah memenjarakan tubuh-tubuh mereka.

Tak ada yang tau, apa yang akan terjadi selanjutnya. Apakah ini akan menjadi awal dari sesuatu yang baru. Atau hanya menjadi catatan perjalanan yang akan berlalu saja. Karena apa yang akan terjadi besok, adalah sebuah rencana besar Tuhan. Dan kita hanya bisa menjalaninya. Dan tak lupa doa kita juga turut menjadikan rencana Tuhan untuk diri kita.


Tuesday, June 23, 2009

Aku Masih Di Sini Ksatriaku

Will
aku masih di sini sendiri
nun jauh di sana meraung mengekang
hanya bayangmu Will di dadaku

tiga buah manisan
dan sebuah senyum simpul
hanya itu kado terbungkus darimu
untukku Will
saat malam tak lagi merenung
ketika pagi tak lagi mencari-cari
aku masih di sini
di sini untukmu Will

maafkan aku, wahai ksatriaku di sebrang sana
aku tak lagi sanggup mengejarmu


Saturday, June 06, 2009

Mimpi Rembulan

ada bulan separuh mengintipku
dari sudut jendela
dibayangi ranting kecil daun mangga

saat mulai kusandarkan
penat tubuh ini

kutatap rembulan
dengan sinarnya lembut

dan tanpa permisi
bayangan srigala melahap rembulan
memudarkan mimpi-mimpi

Jepara, 1 Juni 2009

Wednesday, June 03, 2009

Menghitung Nafas

entah berapa pasang mata yang menunggumu
dengan desah nafas yang tak menentu
karena cemas

sedangkan kau
hanya terbujur di pembaringan
tak lagi mampu
menghitung nafas sendiri
yang tinggal satu-satu

menunggu malaikat
yang menjemput
untuk perjalanan berikutnya

Jepara, Mei 2009


Thursday, April 16, 2009

Ditelikung Cinta

kau tak mengerti
atau pura-pura tak mengerti
kau tak tau
atau memang tak mau tau

aku sakit
tak hanya sakit hati
karena kehilangan orang tersayang

tapi lebih sakit
karena aku dikhianati
aku ditelikung dari belakang
dan berdalih
atas nama cinta

Jepara, 15 April ‘09


Thursday, April 09, 2009

Mimpi

mestinya kau melangkah keluar rumah
mengejar matahari yang selama ini
hanya bayangnya yang kau temukan di tanah

inilah saatnya
ketika daun-daun mulai kering
karena gerimis tak lagi membasuhnya

mestinya kau mulai kembali merangkai mimpi
tentang kenangan dan pengharapan
meski terkadang redup,
tapi mentari kan selalu menemani

datanglah
selagi hujan belum benar-benar pergi
dan kau masih bisa kumpulkan tetesan embun
sebagai bekal perjalananmu

datanglah
dengan segenggam cintamu
dan semailah seiring angin senja
yang mengantarkan pada ladang hati perempuanmu

datanglah
datanglah sebelum kau kehilangan waktu
dan gerimis benar-benar telah habis

Jepara, 9 April ‘09
2.16


Thursday, March 26, 2009

Malam Bertensi Tinggi

malam semakin terasa aneh

udara tak lagi dingin

karena semua orang bertensi tinggi



keanehan semakin nyata

ketika pohon-pohon daunnya

tak hanya berwarna hijau

merah

kuning

biru

hingga ungu

semua menutup batang pohon

warna warni itupun tak hanya satu

karena beragam corak menghiasinya



di sebuah warung

gelas-gelas kopi hitam

berdenting, berbincang dengan asap rokok

tentang warna-warni daun yang tak lagi sedap dipandang



perbincangan tak hanya di warung kopi

bahkan di kebun

di bawah pohon pisang

serangga malam pun berdebat

tentang siapa yang akan mewakilinya

hingga siapa calon presidennya



Jepara, 24 Maret ‘09



Monday, March 16, 2009

Aku Saja Tak Mengerti, Apalagi Kau…

aku benar-benar tak mengerti dengan semua ini
apa lagi kau…
usiamu baru dalam hitungan hari
saat selang infus harus bermuara di pembuluh nadi

kau tak tau, betapa besar karunia Tuhan
menciptakan alam ini
untuk manusia,
untuk mu
tapi, kenapa, untuk bernafas saja
tak kau hirup udara bebas
kenapa harus kau hirup udara
yang harus kau bayar

aku saja tak mengerti
apalagi kau…

begitu besar perjuanganmu di awal hidupmu
tuk kau bisa rasakan
dinginnya embun yang turun
saat fajar tiba
hangatnya sinar mentari
di waktu dhuha
dan indahnya cakrawala
di kala senja

tapi inilah jalan hidupmu
yang aku saja tak mengerti
apalagi kau…

yang aku tahu,
kelak kau akan menjadi pejuang yang tangguh
yang akan berjuang
untuk hidupmu
untuk Tuhanmu

Jepara, 15 Maret ‘09

Thursday, March 05, 2009

Mencarimu Di Dunia Entah

masih terjaga, dan aku ingin menyapamu
kembali, dalam syair entah
larut menyekapku dalam kesepian
coba berlari dan kucari
teman di dunia entah
tapi, tak jua ku temukan

mungkinkah ada malam disana?
aku tak tau, karena biasanya
setiap saat kau ada
bahkan, setiap kedip mata
kutemukan mu, walau hanya bayang semu


jepara, 4 maret 2009
dini hari, sebelum sandarkan penat


Wednesday, February 25, 2009

Bisikan Ibu

Aku mendengar panggilanmu
Pulanglah nak
Tak cukupkah segala warna yang kau kumpulkan di luar sana?
Aku ingin mendengar ceritamu
Tentang angin yang mengantarmu menggembara, meninggalkanku sekian lama

Aku mendengar senandung rindu
Dikisahkan pada peluk cium
Terakhir kali, ciuman di pipiku lama sekali


samar terdengar

Dinding-dinding rumah tetangga berbincang
Gelisah mengantar pada setiap peraduan
Aku mendengar gelisahmu
Menutup rapat setiap celah dinding yang bersuara dengan nyanyian warna yang kuceritakan padamu

Bening kelopak dua mata berbincang
kesekian kali
Pulanglah nak,

Hiasan kau selipkan di seluruh tubuhku
Mengikatku menjadi anak perempuanmu
Pintu tak terkunci
Aku pergi lagi

Dalam bisikan, aku mendengarmu
“Bagaimana bisa aku menahanmu, sedang kau adalah mimpiku,”


Puisi Puput Puji Lestari, sang pembelajar yang tangguh.


Monday, February 23, 2009

Mengeja Mimpi Tak Sempurna

kucoba mengeja mimpi malam ini
tapi tak kutemukan sebingkai kisah di dalamnya
dalam kesadaran yang belum genap terkumpul
seraut wajah kembali menyapa
dengan senyuman yang tak putus
dan kembali kucoba menyapanya
tuk coba temukan seulas senyuman
dalam sisa malamku ini
karena tanpa kusadari
aku tlah terjerat
sebait rindu yang membelenggu

jepara, 23 februari '09

Monday, February 16, 2009

[catatan] 1000 Wajah Pram


Sedikit terlambat. Karena meleset dari perkiraan. Perjalanan Jepara ke Blora, tak cukup hanya ditempuh selama 4 jam. Kemacetan menjebak langkah antara Pati sampai Rembang. Hingga akhirnya selepas senja baru ku jejakkan kaki di kota Blora.
Tak tau harus kemana. Karena itu kali pertama aku menginjakkan kaki di kota itu. Apalagi alamat, dimana alamat sastrawan dunia yang kini diperingati hari meninggalnya yang ke seribu itu. Ya, peringatan seribu hari meninggalnya Pramoedya Ananta Toer, dalam 1000 Wajah Pram Dalam Kata dan Sketsa.
Lagi-lagi terlambat. Selepas isya, baru aku sampai di “rumah demit” (sebutan rumah Pram), dimana acara 1000 Wajah Pram digelar. Dan acara terakhir adalah pertunjukan karawitan dan wayang kulit. Karena baru sampai, aku harus segera melihat


melukis wajah pram yang hampir tak dikenal



pameran lukisan dan sketsa seribu wajah Pram. Banyak sekali imajinasi yang dilukiskan untuk menggambarkan wajah Pram. Anak-anak pun menggambar, mencoba mengenal wajah Pram. Mengenal wajah gurunya. Selain lukisan dan sketsa, banyak juga bait-bait yang menggambarkan Pram.
Puas menikmati lukisan dan sketsa wajah pram, juga mengenang peninggalan Pram dalam memorabilia. Sebuah ruangan yang menyimpan barang-barang yang dulu dipakai Pram dan keluarganya. Sebuah mesin ketik bermerk Optima, yang melahirkan karya-karya sastra kelas dunia dari tangan Sang Sastrawan. Dua buah kaca mata Pram, juga menjadi saksi bisu dalam ruangan itu.
Pertunjukkan wayang kulit masih berlangsung. Warga sekitar pun banyak memadati jalan kampung itu. Sedangkan kami berempat [saya dari Jepara, mas Malik yang dari Mojokerto, Andhika yang asli Blora, juga Puput yang asli Blora, tapi sudah lama meninggalkan kota kelahirannya itu] lebih asyik berbincang di sebelah panggung. Membicarakan pram. Membincang nasib karya Pram. Juga keprihatinan tentang orang Blora yang tak mengenal Pram. Namun begitu waktu menunjukkan jam 11 malam, pagelaran wayang kulit diakhiri. Kami yang dari luar daerah, heran dengan hal itu. Karena biasanya pertunjukan wayang akan berlangsung semalam.
Baru kami ketahui, bahwa memang tradisi disana seperti itu. Hal ini kami ketahui dari seorang kawan yang asli Blora [andhika]. Bahkan puput yang asli Blora juga heran dengan hal itu. Meski kegiatan sudah selesai, kami tetap melanjutkan perbincangan.
Banyak yang menjadi kegelisahan kami. Mengapa banyak orang yang tak mengenal Pram. Mengapa orang Blora tak mengenal Pram. Dan mengapa tak ada kepedulian pemerintah daerah Blora untuk mengenalkan Pram pada dunia. Hingga tercetus ide untuk merubah nama jalan dimana rumah Pram berada. Rumah pram dan Perpustakaan Pataba, jalan Sumbawa No 40 Jetis Blora 58211. Dan kita berempat berjanji untuk mengklaim alamat tersebut dengan alamat baru yaitu Perpustakaan Pataba jl. Pramoedya Ananta Toer No. 40 Jetis Blora 58211.
“Di jalan Pramoedya, (ex sumbawa) Blora. Menikmati janji setahun lagi!!!”
Berbincang kami, terus berlanjut sampai larut. Dan ketika orang-orang telah selesai merayakan acara 1000 wajah Pram, kami tetap berbincang. Kami pindah dari rumah Pram, ke putri malam, mencari sesuatu yang dapat menahan kami untuk tetap terjaga. Sampai pagi. Segelas kopi, segelas teh hangat, sesuai selera masing-masing. Dan dengan hal itu ternyata cukup membuat kami terjada sampai pagi. Hingga rombongan mas Malik pulang ke Jombang.
Acara 1000 Wajah Pram Dalam Kata dan Sketsa, tlah usai. Tapi apa yang tlah didapatkan oleh mereka. Baik penyelenggara, peserta ataupun siapapun yang merasa peduli dengan acara tersebut, juga peduli dengan Pram. Ya setidaknya kami berempat telah mencoba untuk lebih mengenal Pram, dan mengenalkannya kepada dunia. Di facebook, friendster, juga media lainnya, kami mencoba mengenalkan Pram kepada dunia. Mengenalkan alamat baru perpustakaan Pataba di Jl. Pramoedya Ananta Toer No. 40 Jetis Blora 58211. Ya, akhirnya kami berharap setahun lagi bisa bertemu di jalan Pramoedya Ananta Toer Blora.

Merubah Peta Hidup

aku ingin merubah peta hidupku
tapi ke arah mana harus ku tuju
entah berapa lama aku kehilangan penunjuk arahku
sekedar untuk mengingat kiblat
saat Dia memanggilku untuk kembali bersujud

aku merindukan lagi
saat-saat bercumbu dengan-Nya
dengan doa-doa yang tak terkonsep
hingga aku sendiri
kadang tak tau apa yang aku inginkan

aku ingin merubah peta hidupku
semoga jalan-jalan ke depan
sampai aku pulang akan membahagiakan

jepara, 16 Februari '09


Tuesday, January 27, 2009

Aku Ingin Melanjutkan Perjalanan Ini

Rasa lelah menghantui di saat usai perjalanan. Namun akankah lelah itu menghentikan langkah kita. Ya, berhenti bukan untuk selamanya. Karena perhentian ini hanyalah sementara. Seperti singgahnya sebuah bus di terminal-terminal yang dilaluinya.

Berhentilah sejenak, lalu ukur kembali kekuatan kita untuk melanjutkan perjalanan. Tentunya perjalanan yang telah tertempuh, dapat menjadi bahan perenungan. Berapa bayak bahan bakar yang diperlukan untuk satu perjalanan. Juga berapa banyak perkiraan bahan bakar yang akan diperlukan untuk perjalanan yang akan dilakukan. Sambil memeriksa ban, air radiator, bahkan mesin pun juga harus diganti oli, agar perjalanan selanjutnya akan lebih baik dari yang sebelumnya.
Ya, aku kini seperti sebuah bus yang sedang singgah di sebuah terminal. Mendinginkan mesin, sambil menanti penumpang yang akan ikut dalam perjalanan yang segera tertempuh. Selain menunggu teman yang akan menemani perjalanan berikutnya, bekal juga harus disiapkan untuk cadangan, kalau-kalau dibutuhkan.
Dari perjalanan yang telah terlewati, mungkin hampir separuh dari rute jarak yang telah ditetapkan. Dan selama itu pula, belum aku temukan teman perjalanan yang tepat, dan akan menemani perjalanan hingga akhir tujuan hidup ini.
Namun aku yakin, pasti akan ada satu yang menemani perjalanan ini. Entah kapan akan menyapa, dan di mana akan mulai menemaniku. Semoga setelah ini, segera aku menjumpainya, untuk menemani perjalananku. Karena aku sudah semakin lelah untuk berjalan sendiri. Aku butuh teman untuk berbagi selama di perjalanan. Aku butuh teman yang mengingatkan kalau-kalau aku salah dalam menentukan arah. Atau bahkan peta yang selama ini aku gunakan ternyata telah usang, dan harus segera diganti. Maka aku butuh teman yang bias membantu membaca peta, sekaligus menjadi navigator selama perjalanan ini.

Aku lelah berjalan sendiri,
tapi aku ingin melanjutkan perjalanan ini.
Aku ingin melanjutkan perjalanan
bersama orang yang tepat
dan di saat yang tepat.

Semoga perjalanan selanjutnya semakin indah dan penuh berkah.

Jepara, akhir januari ‘09



Wednesday, January 21, 2009

[Bertemu] Teman Lama

untuk teman lama yang sedang mewujudkan rangkaian mimpinya.

Beberapa waktu yang lalu, tanpa sengaja [meskipun bisa dibilang sengaja] aku iseng menghubung salah satu teman lamaku. Teman lama yang dulu sama-sama aktif di penerbitan mahasiswa, atau lebih dikenal dengan pers kampus. Ya…, di suatu sore, yang sebenarnya aku masih sibuk dengan pekerjaan yang harus aku selesaikan untuk deadline hari itu.

Waktu itu, karena komputer harus gantian, dan masih dipake’ temen, ya akhirnya aku iseng telfon-telfon temen. Biasa kalau lagi dapet gratisan emang sering [gangguin] telfon orang, teruama untuk yang sama-sama satu provider, he..he…

Aku kontak beberapa nomor, ee.. malah pada ga nyabung. Jadi tambah BeTe. Udah tugas belum selesai, komputer masih nunggu, ini mo cari temen ngobrol, malah ga connect-2. Meski sudah banyak kali telfon ga diangkat, atau di luar service area, atau nomor yang udah ga aktif-lah. Bikin tambah BeTe aja.

Tapi tanpa sengaja, terus aku searching di phonebook-ku, akhirnya aku ketemu dengan salah satu nomor dengan provider yang sama dengan yang aku gunakan. Satu nomor dengan nama puput_crds. Aku sempat berfikir sejenak, untuk meyakinkan akankah aku hubungi dia atau tidak. Karena sepengetahuanku, terakhir ketemu sekitar [mungkin] satu setengah tahun yang lalu [jadi keinget pertemuan yang sangat singkat tapi sangat berkesan (buat ku) itu], dia bekerja di salah satu koran nasional . Dan sebagai teman yang juga pernah aktif di pers kampus, aku tau pekerjaan dan deadline sebagai wartawan koran. Tapi entah keinginan dari mana yang meyakinkan ku untuk menghubunginya.

Begitu panggilan pertama masuk [aku semakin yakin dia bukan orang sembarangan. Seperti orang sekarang yang sering ganti-2 nomor]. Aku menunggu, satu kali panggilan, dua kali panggilan, belum juga diangkat. Dan panggilan ke tiga, terdengar suara menyapa dengan sangat santun dan formal. “Halo, selamat sore.” Ucapnya. [yang mungkin dilakukan kepada setiap telfon yang masuk]

“Ya, selamat sore. Benar ini dengan mbak Puput?” jawabku sambil iseng menanyakan namanya.

“Iya, maaf ini dengan siapa ya?” jawabnya balik bertanya.

Setelah terjadi beberapa percakapan, akhirnya aku mengingatkannya dengan dunia pers kampus dan ku katakan dimana aku dulu kuliah dan berproses kreatif di majalah kampus. Setalah dia ingat betul siapa aku, tawa-nya pun pecah seperti dulu waktu masih sering lembur di LPM [tak seperti kalimat pertama saat menjawab telfon]. Yach, keakraban kembali terjalin.

Dalam perbincangan jarak jauh itu, dia banyak tanya dengan keadaanku sekarang. Termasuk kerja di mana. Sebuah pertanyaan yang seolah wajib ditanyakan, bagi keanalan sekolah atau kuliah dan lama tidak ketemu. Dari cerita-2 yang tersampaikan, ternyata dia sudah tidak lagi kerja menjadi wartawan koran. Dan dia cerita tiga bulan ini, dia sudah pindah ke Jakarta. Intinya dia bekerja di salah satu media hiburan elektronik .

Percakapan pun terus mengalir seiring kabar yang lama tak terdengar. Saling menanyakan kabar. Menanyakan pekerjaan, hingga gaji. dan akhirnya ada sedikit rasa sayang dengan pekerjaan yang kujalani. Dengan salary yang kuterima. Memang jauh berbeda dengan ketika bekerja di tempat lain.

Sayang perbincangan menarik itu harus terputus, karena aku harus segera menyelesaikan berita yang segera tayang. Namun dari sesuatu yang singkat itu, ternyata dia masih mengenalku seperti aku yang dulu, katanya. Entah dari mana penilaian itu. Dia bilang “Kamu kok masih tetap seperti dulu?” Dari puisi-pusi yang ada di blog ini, katanya cinta yang aku tuliskan masih menggambarkan sebuah perasaan cinta[ku] pada sosok wanita. Dan dengan sedikit bercanda kujawab, “Ya mungkin karena belum ketemu, cinta yang mau menjadi pendamping hidup.” Jawaban yang asal dan dengan niat becanda memecahkan tawa kita berdua.

Dua hari berikutnya, aku kembali melihat blog-ku, ya… benar juga dia meninggalkan comment di blog-ku. Akhirnya-pun kulihat juga blog miliknya. Beralamat di duniapembelajar . Memang tulisan-tulisannya sedikit panjang. Tapi sejatinya bertemakan sesuatu yang sederhana. Ya… salah satunya adalah “Menata Puzzel Mimpi”. Sebuah tulisan yang mendorong ku untuk meninggalkan comment di sana (yang juga aku post di blog ini).

Pertemuan teman lama yang [tanpa] sengaja, semoga akan menjadi ikatan persahabatan ini kian kuat. Untuk berbagi “informasi” hidup masing-masing, juga sambil membagi mimpi, untuk saling mengingatkan dalam mewujudkan mimpi masing-masing.


Jakarta, akankah aku menyusulmu ke sana…
Semoga ada mimpi yang lebih indah di sana…

jepara, 18 januari '09

Hujan Yang Manis

cuma beberapa tetes saja
langit menangis,

dan …

belum menjadi gerimis

dan …

apalagi hujan yang manis,

padahal mata air cinta dan imanku
sudah hampir mengering

dan habis

terkikis


=========
* Sebuah pesan dari teman, 6 bulan yang lalu tepat saat perjalanan ditemani hujan yang mengguyur deras. Terima kasih kawan, semoga inspirasi terus mengalir seperti mata air cinta-mu kepada-Nya.

Tuesday, January 20, 2009

[sebuah] Comment

Bermimpi, banyak yang bilang “jangan bermimpi di siang bolong” untuk sesuatu yang sepertinya sulit untuk kita capai saat ini. Padahal keinginan dan harapan itulah yang menjadikan kita akan menjalani masa depan dengan satu haluan yang jelas.

Kenapa aku sampai terdampar di dunia radio? Itu adalah salah satu mimpi yang pernah ku rangkai saat masih mengerjakan majalah kampus dulu. Dan kini aku benar-benar menjalaninya. Dan mimpi-mimpi terus kubangun. Tak peduli kapan mimpi itu akan kuwujudkan, atau diwujudkan oleh-Nya.

Dan untuk mimpi yang saat ini tlah ku gantungkan jelas, tak jauh berbeda dengan mimpi-mimpimu, mimpi tentang sebuah perpustakaan di rumah sendiri, mimpi tentang sebuah keluarga yang akan kujalani dengan seseorang yang menyempurnakan hidupku, yang di dalamnya akan kubangun mimpi-mimpi baru setiap hari, dan satu mimpi besar untuk terus berproses kreatif dalam dunia sastra.


* Sebuah comment yang ku tinggalkan di blog teman[lama]ku. Dan ternyata menjadikanku kembali bergairah untuk menulis.

Friday, January 09, 2009

Berjalan Sendiri

rinai yang tercurah
tak lagi semerdu nyanyian senja
karena rintiknya kini
telah menjelma menjadi badai
membekukan setiap nafas
yang kini tak mampu hangatkan jiwa
aku ingin cinta tuk hangatkan perjalanan ini…

jepara, 9 januari ‘09

---------
catatan saat perjalanan ditemani guyuran hujan,
sepi dan kedinginan,,