Monday, February 16, 2009

[catatan] 1000 Wajah Pram


Sedikit terlambat. Karena meleset dari perkiraan. Perjalanan Jepara ke Blora, tak cukup hanya ditempuh selama 4 jam. Kemacetan menjebak langkah antara Pati sampai Rembang. Hingga akhirnya selepas senja baru ku jejakkan kaki di kota Blora.
Tak tau harus kemana. Karena itu kali pertama aku menginjakkan kaki di kota itu. Apalagi alamat, dimana alamat sastrawan dunia yang kini diperingati hari meninggalnya yang ke seribu itu. Ya, peringatan seribu hari meninggalnya Pramoedya Ananta Toer, dalam 1000 Wajah Pram Dalam Kata dan Sketsa.
Lagi-lagi terlambat. Selepas isya, baru aku sampai di “rumah demit” (sebutan rumah Pram), dimana acara 1000 Wajah Pram digelar. Dan acara terakhir adalah pertunjukan karawitan dan wayang kulit. Karena baru sampai, aku harus segera melihat


melukis wajah pram yang hampir tak dikenal



pameran lukisan dan sketsa seribu wajah Pram. Banyak sekali imajinasi yang dilukiskan untuk menggambarkan wajah Pram. Anak-anak pun menggambar, mencoba mengenal wajah Pram. Mengenal wajah gurunya. Selain lukisan dan sketsa, banyak juga bait-bait yang menggambarkan Pram.
Puas menikmati lukisan dan sketsa wajah pram, juga mengenang peninggalan Pram dalam memorabilia. Sebuah ruangan yang menyimpan barang-barang yang dulu dipakai Pram dan keluarganya. Sebuah mesin ketik bermerk Optima, yang melahirkan karya-karya sastra kelas dunia dari tangan Sang Sastrawan. Dua buah kaca mata Pram, juga menjadi saksi bisu dalam ruangan itu.
Pertunjukkan wayang kulit masih berlangsung. Warga sekitar pun banyak memadati jalan kampung itu. Sedangkan kami berempat [saya dari Jepara, mas Malik yang dari Mojokerto, Andhika yang asli Blora, juga Puput yang asli Blora, tapi sudah lama meninggalkan kota kelahirannya itu] lebih asyik berbincang di sebelah panggung. Membicarakan pram. Membincang nasib karya Pram. Juga keprihatinan tentang orang Blora yang tak mengenal Pram. Namun begitu waktu menunjukkan jam 11 malam, pagelaran wayang kulit diakhiri. Kami yang dari luar daerah, heran dengan hal itu. Karena biasanya pertunjukan wayang akan berlangsung semalam.
Baru kami ketahui, bahwa memang tradisi disana seperti itu. Hal ini kami ketahui dari seorang kawan yang asli Blora [andhika]. Bahkan puput yang asli Blora juga heran dengan hal itu. Meski kegiatan sudah selesai, kami tetap melanjutkan perbincangan.
Banyak yang menjadi kegelisahan kami. Mengapa banyak orang yang tak mengenal Pram. Mengapa orang Blora tak mengenal Pram. Dan mengapa tak ada kepedulian pemerintah daerah Blora untuk mengenalkan Pram pada dunia. Hingga tercetus ide untuk merubah nama jalan dimana rumah Pram berada. Rumah pram dan Perpustakaan Pataba, jalan Sumbawa No 40 Jetis Blora 58211. Dan kita berempat berjanji untuk mengklaim alamat tersebut dengan alamat baru yaitu Perpustakaan Pataba jl. Pramoedya Ananta Toer No. 40 Jetis Blora 58211.
“Di jalan Pramoedya, (ex sumbawa) Blora. Menikmati janji setahun lagi!!!”
Berbincang kami, terus berlanjut sampai larut. Dan ketika orang-orang telah selesai merayakan acara 1000 wajah Pram, kami tetap berbincang. Kami pindah dari rumah Pram, ke putri malam, mencari sesuatu yang dapat menahan kami untuk tetap terjaga. Sampai pagi. Segelas kopi, segelas teh hangat, sesuai selera masing-masing. Dan dengan hal itu ternyata cukup membuat kami terjada sampai pagi. Hingga rombongan mas Malik pulang ke Jombang.
Acara 1000 Wajah Pram Dalam Kata dan Sketsa, tlah usai. Tapi apa yang tlah didapatkan oleh mereka. Baik penyelenggara, peserta ataupun siapapun yang merasa peduli dengan acara tersebut, juga peduli dengan Pram. Ya setidaknya kami berempat telah mencoba untuk lebih mengenal Pram, dan mengenalkannya kepada dunia. Di facebook, friendster, juga media lainnya, kami mencoba mengenalkan Pram kepada dunia. Mengenalkan alamat baru perpustakaan Pataba di Jl. Pramoedya Ananta Toer No. 40 Jetis Blora 58211. Ya, akhirnya kami berharap setahun lagi bisa bertemu di jalan Pramoedya Ananta Toer Blora.